Sunday, September 28, 2008

Kejutan Louie

Kejutan Louie

Namanya Ferdinan Luis, ia seorang muslim dari lahir dan warga negara Indonesia asli, asli orang sunda dengan sedikit darah ambon. Sudah 1 tahun kami hidup bersama di kontrakan ini, 8 orang lelaki beranjak dewasa. Kami hidup berdempetan dalam sebuah rumah sempit yang agak menyeramkan yang hanya punya 5 kamar untuk kami berdelapan. Semua orang memanggilnya Louie, dengan 4 huruf vokal dan harus 4 huruf vokal, tak boleh kurang apalagi dilebihkan dengan menambahkan huruf A. awalnya ia biasa dipanggil Ferdi, tapi teman kami Genta yang anak Jakarta lebih suka memanggilnya Louie dengan 4 huruf vokal karena terasa lebih keren saat dipanggil. Si empunya nama hanya diam, tanpa angukan setuju ataupun gelengan tak suka. Sama seperti biasanya, diam.
Louie orang yang pendiam. Jika ada lomba diam dalam rangkaian perayaan agustusan, kami yakin ia akan juara. Kadar pendiamnya semakin parah ketika ia menempati kamar belakang yang sempit sendirian, kami sampai tak merasakan kehadirannya karena ia memang jarang bahkan tak pernah berkumpul di ruang tengah. Karena itu kami membuat kebijakan memindahkannya ke kamar depan sekamar dengan Saddam anak Bandung yang sedikit “bocor”.
Dalam kesendiriannya dan dalam diamnya Louie berhasil meraih IPK terbesar diantara kami semua. Ia belajar dalam diam, mengerjakan tugas dalam diam, dan banyak hal lain yang dilakukan dalam diam. Teman bicaranya hanyalah pikirannya. Beberapakali Saddam mencoba berinteraksi dengannya dan hasilnya tak bisa dibilang mengecewakan walau tak bisa dikatakan berhasil juga.
Suatu ketika kami bermain futsal bersama, Toni kapten tak resmi kami memilih pemain yang menjadi starter line up dan Louie dengan segera tak terpilih menjadi starter. Mereka yang tak terpilih juga mengajukan protes, merasa ada diskriminasi ketika semua anak Bandung menjadi starter dan Louie hanya diam beranjak ke pojokan lalu duduk. Sepanjang permainan beberapa pergantian pemain telah dilakukan dan Louie belum mendapat kesempatan bermain, tapi ia tetap diam di pojokannya sampai Iduy kiper kami merasakan ada kejanggalan dan barulah Louie bermain. Lima menit permainan yang singkat dari Louie dan semua sepakat, ia tak punya bakat bermain futsal.
Louie sangat suka mandi. Kerjaannya selama di rumah mudah ditebak. Tidur, mandi, belajar lalau pergi entah kemana. Biasanya kami makan di ruang tengah, membeli nasi bungkus lalu makan bersama di ruang tengah, tapi Louie selalu makan di warung nasi. Mungkin ia malas mencuci piring dan gelas atau mungkin ia lebih suka makan tanpa ada yang mengajaknya bicara dan kemewahan diam tersebut hanya bisa ia dapatkan di warung nasi. Makan sendiri tanpa ada yang mengenalnya dan diam. Memang saat makan kami digabungkan dengan saat diskusi, segala pembicaraan ramai diperdengarkan dan semua itu baru berakhir jika Iduy memulai sesi curhatnya yang biasanya berisi tentang kegagalannya dalam percintaan, saat itu barulah kami bubar atau makan dalam diam.
Louie tak pernah mencuci di rumah. Semua orang mencuci bajunya sendiri di rumah, kami biasa berebutan tempat mencuci dan jemuran, tapi Louie dengan entengnya memasukan semua pakaian kotornya ke trash bag lalu dibawa ke laundry.
Setahun tinggal bersama barulah kami mulai mengerti Louie, atau setidaknya menurut kami kami sedikit mengerti Louie. Louie orang yang cuek, bukan kata kami tapi menurut seorang cewek senior kami. Karena cueknya Louie tanpa rasa berdosa melakukan banyak “kejahatan kecil”. Ketika kami semua mengikuti sebuah seminar yang penting, Louie hanya melakukan registrasi lalu pergi entah kemana yang belakangan kami ketahui ia tidur di mesjid. Setelah itu karena ia melakukan registrasi paling awal ia berhak mendapatkan door prize padahal kami yang mengikuti seminar dengan berjuang keras melawan kantuk sangat menginginkan hadiah tersebut dan gagal.
Postur tubuh Louie kurus, tak terlalu tinggi tapi tidak juga pendek. Kulitnya putih, rambutnya dipotong pendek tak jelas dan sejauh yang kami perhatikan rambutnya selalu pendek tanpa kami pernah adar kapan ia mencukur rambutnya, matanya cokelat dan wajahnya tak terlalu menyiratkan kegembiraan walau tidak juga kesedihan. Saat ia bicara, saat-saat yang langka, suaranya rendah dan tidak berat tapi juga tidak cempreng. Louie bicara secukupnya lalu pergi entah kemana. Dengan postur kurusnya kami terkejut ketika ia ternyata mengikuti klub fitnes dan rajin berolah raga, kami baru sadar ketika kami menemukan kotak bekas susu pembentuk tubuh pria di tong sampah kami.
Louie pun ternyata normal seperti juga laki-laki lain di rumah ini. Ia menyukai seorang gadis. Saat ketika Louie banyak bicara adalah ketika kami mengetahui ia menyukai seniornya di kampus. Saat itu kami mengobrol banyak di ruang tengah, Louie berbicara cukup lama sampai Iduy mulai mencoba memberi tips-tips cintanya yang, yang kebanyakan gagal, dan kami pun bubar. Sejak itu Louie tak pernah bicara banyak lagi. Trauma karena Iduy.


belum selesai . . .

No comments: