Sunday, September 28, 2008

Chasing You

Chasing You

Frontline volunteers girls, mereka semua menyebut kami seperti itu. Kami mungkin dua orang cewek paling menarik di kelas tapi kami juga cewek paling disegani di kelas atau bahkan di seantreo sekolah. Hobi kami memang aneh, ketika cewek lain lebih memilih mengobrol remeh temeh tentang cowoknya si ini, gosip itu, Guru anu yang nyebelin, kami lebih memilih berbicara tentang filsafat, sosialisme, buku – buku resist dan film – film yang penuh dengan pesan tersembunyi. Kami sering membuat teori konspirasi kami sendiri. Satu lagi yang membuat kami disegani adalah kami berbeda dari cewek – cewek lainnya, jika mereka berebut duduk semakin kebelakang kelas, kami memilih duduk di barisan paling depan, face to face, head to head dengan guru. Karena itulah kami disebut frontline volunteers girls, gadis – gadis sukarelawan garis depan.
Namaku kimi, tapi anak – anak memanggilku bunda. Semuanya berawal dari dua orang goblok di pojok kelas yang mengenalkanku pada filsafat, semua buku, keruwetan dan rahasia dibaliknya. Sebagai katolik yang taat, aku sangat suka pergi kebaktian ke gereja dan hari sial itu tiba ketika aku berpapasan dengan dua orang pemikir yang sedang mabuk di depan gereja. Esoknya, saking kagumnya mereka pada kerajinanku pergi ke gereja, mereka mulai memanggilku bunda yang bukan maria. Anak – anak lain pun ikut memanggil bunda, walau tanpa embel – embel ‘yang bukan maria’.
Sayang semua itu tinggal masa lalu. Teman diskusiku sesama frontline volinteers telah pergi, pergi melupakanku. Sudah lima bulan sejak kami terakhir bertemu disebuah pameran buku, tak ada kabar darinya. Kontak terakhir kami adalah sesat menjelang UTS semester yang lalu.
Segala cara telah kucoba untuk mengembalikan kontak kami, ingin sekali ku berdiskusi kembali dengannnya. Hanya untuk berdiskusilah kurela terus menghubunginya tanpa kenal lelah. Saat – saat ketika aku yang lebih banyak bicara dan ia mendengarkan dengan setia lalu sedikit menanggapi kadang mendebatku, aku rindu itu. Walau sebenarnya ia kurang pintar, tapi ia cerdas, berpandangan nyeleneh dan selalu punya pemikiran yang menarik. Tumpul otakku tanpanya.
Berkali – kali ku sms tak pernah dibalas, ku telepon rumahnya selalu tak ada. Kucoba pergi ke tempat biasa kami pergi berdua hasilnya aku menemukan bayangannya sekilas, saat ku kejar ia sudah menghilang di tengah kerumunan orang yang berebut aksesoris obral. Kukirim email dan testimonial, hasilnya tetap nihil. Aku sampai membuat anagram yang kukirim lewat email untuk menarik perhatiannya. Agar ia mengontakku tapi semua itu sia – sia, atau anagramku terlalu sulit untuknya? Aku tak pernah tahu.
Strategi berikutnya adalah dengan mengajak seluruh anak kelasku gathering. Sejak kami semua lulus sma, kami jarang sekali bertemu satu sama lain maka kurancang sebuah pertemuan agar aku bisa bertemu juga dengannya. Ia memang datang, tapi di lima menit terakhir ketika aku telah pulang. Anak – anak bilang ia mencariku, harapanku tumbuh kembali. Setelah itu kucoba menghubunginya lagi, tapi kemajuan itu mundur kembali, damn. No hp-nya tak aktif, ku tanya anak – anak tak ada yang tahu, justru mereka yang mencoba mencari primadona kelas itu padaku.
Hal terakhir yang kulakukan untuk bertemu adalah mengirim sebuan gadiah novel di hari ulang tahunnya. Sengaja kutulus pesan rahasia di dalamnya. Usaha kali ini mendapat kemajuan lagi. Esok paginya aku menerima sms dari nomor tak dikenal. ‘ . . kejutan berupa buku tersebut telah berhasil membuatku tersenyum seharian penuh.Thanks.withlove.kayla.Kau tetap bunda-ku yang tanpa maria.’ Setelah itu ia kembali ditelan luasnya alam semesta. Tapi kurasa ia sedang membuat sebuah proyek, daya pikirnya tak berubah. Sekarang kucoba untu tidak terikat dengannya, getting unstuck, tapi aku tetap merindukan teman diskusiku tersebut. still chasing her.

Ali_buschen
Sunday, February 10, 2008

No comments: